Solusi Mengatasi Tanaman Padi Yang Mengalami Gejala Asam-Asaman.

.

Solusi Mengatasi Tanaman Padi Yang Mengalami Gejala Asam-Asaman.

Jumat, 08 April 2022

 


GROBOGAN,Bhayangkaraperdana.com - Sering kita jumpai tanaman padi yang beberapa helai daunnya dalam setiap rumpun menguning, kemudian dalam beberapa hari mengering. 


Sebaiknya jangan terburu-buru memvonis kondisi yang demikian sebagai serangan hama ataupun penyakit baik akibat serangan jamur (blast) maupun bakteri (hawar daun). Demikian keterangan Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Grobogan dr. Sunanto kepada awak MBP.


Lebih jauh Sunanto menjelaskan bahwa untuk mengatasi hal tersebut terlebih dahulu kita harus mendiagnosa penyebabnya. Sebab masalah tanaman padi yang sering disebut asam-asaman ini nyaris sama dengan gejala hawar daun maupun blast yang mentargetkan serangannya pada daun. Masalah ini umumnya terjadi pada musim tanam ke-2 (MT-2).


Asam-asaman adalah suatu gejala dimana daun padi menguning kemerahan diawali dari ujung menjalar ke pangkal daun, tak lama kemudian mengering dan pertumbuhan macet. Ketika tanaman dicabut akarnya tampak berwarna cokelat seperti warna besi berkarat, mudah mengelupas dan sebagian membusuk. Jika terlambat ditangani dengan baik, pertumbuhan padi nantinya akan terhenti, anakan tidak terbentuk dan bisa berujung pada kegagalan tanam.


" Faktor Penyebab sebenarnya  gejala asam-asaman pada tanaman padi ini adalah kondisi pH tanah yang di bawah ambang normal untuk tanaman padi yaitu 5,5 – 6. " Jelas Ka. Dipertan. 


Namun kondisi ini tidak berdiri sendiri  lanjutnya yaitu ada beberapa hal penyebab yaitu

Terjadinya pada tanaman padi MT-2, dimana masih banyak terdapat sisa-sisa jerami yang ditraktor dan mengalami proses membusukan / dekomposisi anaerobik dalam tanah terutama bagian rhizosfer (sekitar perakaran).


Mikroba-mikroba anaerobik menghasilkan senyawa-senyawa asam, sulfida, pirit dan lain sebagainya sehingga tanah menjadi masam.

Kadinas yang pernah lama di pertanian ini juga menyampaikan bahwa sebagian mikroba anaerobik juga menyereng (mendekomposisi / membusukkan) akar-akar muda tanaman padi. Ditandai warna akar yang menguning kecokelatan seperti besi berkarat, agak licin jika dipegang dan kulit akar mudah mengelupas.


Dampak kerusakan lebih besar pada sawah-sawah yang cara panennya dengan potong malai (tidak dibabat) dan jerami tidak dibawa keluar dari sawah.

Gejala akan semakin parah setelah diberikan pupuk susulan berupa urea.


Tidak ada tenggang waktu cukup lama antara panen MT-1 dengan penanaman MT-2 untuk mengistirahatkan sawah dam membusukkan sisa-sisa jerami hingga tuntas.

Penelitiannya soal tanah hingga meraih gelar doktor ini juga menyinggung  bahwa untuk mencukupi lahan sawah dengan bahan-bahan organik seperti sisa-sisa jerami memang sangat dianjurkan untuk memelihara kondisi fisik, kimia dan biologi tanah. 


Tetapi bahan-bahan organik tersebut harusnya sudah terdekomposisi atau terurai dengan baik. Dekomposisi bahan organik prinsipnya adalah menurunkan C/N rasio (perbandingan karbon dengan nitrogen) pada angka yang ideal yaitu 12 – 15, dimana angka tersebut mendekati C/N ratio tanah yang cukup dengan bahan organik dan layak ditanami. Bahan-bahan organik yang masih segar mempunyai C/N ratio yang masih tinggi (tergantung bahannya). 


 Jerami dan batang padi mempunyai C/N ratio 50 – 70. Untuk menurunkan menjadi 12 perlu waktu pengomposan berbulan-bulan jika secara alamiah, atau beberap minggu jika dengan bantuan mikroba pengurai (dekomposer). Suasana yang dibutuhkan untuk proses dekomposisi ini adalah aerob atau memerlukan oksigen cukup.


Namun apa jadinya jika bahan-bahan organik berupa sisa-sisa jerami tersebut tidak mengalami dekomposisi terlebih dahulu?  Dengan alasan mengejar musim hujan yang tersisa biasanya petani tidak menunggu waklu lama untuk segera mengolah tanahnya kembali untuk ditanami padi MT-2. Dalam proses olah tanah dengan traktor sisa-sisa jerami yang masih segar akan tergilas masuk ke dalam tanah yang berair dan minim oksigen. Di sinilah sisa-sisa jerami itu akan dimanfaatkan dan diurai oleh mikroba anaerobik atau fakultatif (BAN), menghasilkan senyawa-senyawa toksin, senyawa pengurai, dan menyuburkan mikroba-mikroba anaerobik dan fakultatif baru semakin banyak.


Senyawa-senyawa yang merugikan tanaman tersebut diantaranya amonia / NH3 (bukan amonium / NH4), hidrogen sulfida (H2S), dan metana (CH4) serta senyawa lainnya seperti amines. Jika penciuman kita cukup peka keberadaan hidrogen sulfida dan amine akan tercium dari bau lumpur sawah yang anyir atau amis.


Mengatasi Asam-asaman

Untuk mengatasi kasus asam-asaman yang sudah terjadi di lahan kita, berikut beberapa metode yang sudah sering dilakukan oleh petani dan memberikan hasil positif : 

Untuk sementara tunda dulu pemberian pupuk susulan terutama urea.


Kurangi ketinggian air sawah sehingga tidak tergenang (bahasa Jawa : nyemek-nyemek /macak-macak). Dalam kondisi tanah tidak tergenang taburkan dolomit dengan jumlah menyesuaikan rekomendasi setempat (berbeda untuk tiap jenis tanah). 


Penaburan dolomit tujuannya untuk meningkatkan pH tanah dan mereduksi terbentuknya gas-gas hidrogen sulfida. (Imam S)